​Pemerintah Pusat “Kalahkan” Daerah

Sangatta – Apes, mungkin kata tersebut merupakan ungkapan yang bijak untuk diberikan kepada pemerintah Kutai Timur diera kepemimpinan Bupati Ismunandar dan Wakil Bupati Kasmidi Bulang. Pasalnya, sejak resmi memimpin pada bulan Pebruari 2016 lalu hingga saat ini, Kutai Timur tidak reda-redanya diterpa angin defisit anggaran. Bahkan pukulan angin defisit keuangan daerah ini akan terus mengikuti kutim hingga tahun 2018 mendatang. Demikian diungkapkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, Musyaffa.

Dikatakan, hantaman badai defisit keuangan daerah bagi Kutai Timur memang sangat terasa tahun ini. Secara Kutim merupakan salah satu daerah yang memang memiliki ketergantungan besar dengan dana bagi hasil (DBH), baik dari pajak maupun royalti batubara dan migas. Belum lagi pemerintah pusat yang tidak konsisten pada penyaluran DBH yang sejak awal dijanjikan akan diberikan kepada pemerintah kutim. 

“Hal ini kemudian membuat Kutim semakin terpuruk. Meski demikian, kondisi ini tidak dialami semua daerah di Indonesia. Hanya Kalimantan dan Sumatera yang diyakini mengalami dampak buruk dari kebijakan keuangan pusat. Padahal, jika dilihat saat ini pusat tengah giat-giatnya melakukan pembangunan infrastruktur dan lainnya di sejumlah daerah. Namun kenapa ada daerah yang dikalahkan, seperti Kutim. Jadi kepemimpinan Bupati dan Wabup saat ini kena apesnya”, ujar Musyaffa.  

Dijelaskan Musyaffa, pada tahun 2015 lalu pemerintah pusat melalui Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 137 menetapkan DBH yang akan ditransfer untuk pagu APBD Kutim 2016 lebih Rp 3,4 triliun. Namun belum habis tahun 2016, pusat kembali mengeluarkan Perpres 66 tahun 2016 untuk penetapan DBH yang akan ditranfer pada APBD-P 2016, sebesar 1,9 triliun, yang kemudian  menyebabkan pemerintah Kutim terpaksa melakukan rasionalisasi dan menyebabkan defisit sebesar Rp 1,4 triliun. Selain menyebab Kutim memiliki hutang sekitar dari Rp 600 miliar, ternyata DBH tersebut tidak semuanya disalurkan kepada Kutim akibat harus menyesuaikan dengan keuangan negara, hingga akhirnya menjadi kurang salur lebih dari Rp 138 miliar.

Ditambahkan Musyaffa, pada tahun 2016 melalui Perpres Nomor 97, pemerintah pusat menetapkan DBH yang akan ditransfer pada APBD Kutim 2017 sebesar 2,06 triliun. Namun pada bulan Agustus kemarin, pemerintah pusat kembali menerbitkan Perpres 86 tahun 2017 yang menyatakan nilai DBH yang akan ditranfer kepada Kutim hanya sebesar Rp 1,8 triliun dan Kutim kembali mengalami defisit sebesar Rp 246 miliar. bahkan DHB yang ada tidak seluruhnya ditransfer, karena menjadi dana kurang salur sebesar Rp 340 miliar. Kini dipenghujung tahun 2017, tepatnya pada 13 Desember kemarin, pusat mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), tentang perubahan rincian DBH yang akan ditransfer ke Pemkab Kutim. Pusat hanya menyalurkan DBH kepada Pemkab Kutim sebesar Rp 8,9 miliar dari rencana sebelumnya sebesar Rp 148 miliar. 
“Awalnya kita akan kebagian Rp 148 miliar lebih. Namun kemudian pemerintah pusat mengkonfersi ke dana lebih salur sebesar Rp 139 miliar. Jadi sisanya hanya Rp 8,9 miliar yang ditransfer ke Kutim. Padahal seharusnya pusat memperhitungkan kondisi defisi keuangan yang saat ini sedang dialami Kutim. Namun mau apa dikata, kita hanya bisa ikut aturan dan permainan pusat”, pungkasnya.