Kimse Yok Mu
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
“Kimse Yok Mu”, itulah tulisan yang terpampang dalam sebuah bangunan tiga lantai di pusat kota Istanbul Turkey. Makna tulisan itu ternyata historis. Ceritanya pada 17 Agustus 1999 di Turkey terjadi gempa bumi berkekuatan 6,1 skala richter.
Akibatnya beberapa gedung bertingkat roboh, korban berjatuhan. Seorang nenek yang tua renta tertimbun di reruntuhan bahan bangunan. Syukur ia masih hidup. Tapi tidak seorang pun datang menolongnya. Ia berteriak-teriak “Kimse Yok Mu…. Kimse Yok Mu… Kimse Yok Mu…” artinya apakah ada orang disitu.
Ternyata nenek itu tidak sendirian. Yang lain pun berteriak sama Kim Se Yok Mu… Kim Se Yok Mu…. Banyak lembaga bantuan kemanusiaan, tapi tidak semua bekerja cepat dan sesuai dengan hajat korban. Memang.
Nenek dan korban-korban lain itu pun diselamatkan oleh LSM dari dalam negeri Turkey sendiri. Stasiun TV Samanyolu turun tangan. Kimse Yok Mu seperti terdengar di seantero Turkey. Negeri yang telah disekulerkan puluhan tahun itu ternyata masih menyisakan prinsip berkhidmah dalam Islam yang besar pahalanya itu.
Tapi kasus nenek-nenek itu bukan pemicu kesadaran berkhidmah. Adalah Fathullah Gulen, seorang guru bangsa, yang memetikkan api khidmah itu. Maka, salah satu program S TV diberi nama “Kimse Yok Mu”. Inilah yang mengilhami berdirinya LSM dan sekaligus mengambil nama dari keluhan nenek itu “Kim Se Yok Mu”. Program TV itu semakin hari semakin banyak pemirsanya. Donasi yang diberikan oleh para donatur itu diluar dugaan program TV.
Pada tahun 2002 didirikanlah sebuah asosiasi untuk menampung jumlah donatur yang semakin meningkat itu. Asosiasi yang kemudian dinamakan Kimse Yok Mu itu pada bulan Maret, 2004 berkembang menjadi organisasi yang bertaraf internasional.
Tapi ia bukan organisasi yang menadah bantuan asing. Bukan pula LSM yang menunggu program Negara Barat untuk liberalisasi. Ini adalah LSM yang murni dari kesadaran umat Islam di Turkey sebagai lembaga bantuan kemanusiaan.
Maka ketika tsunami menimpa Indonesia pada tahun 2004, telepon kantor Kimse Yok Mu yang baru berdiri itu tidak pernah berhenti berdering. Umat Islam disana seperti wanti-wanti “Anda harus tampil membantu korban”. Perjalanan pertama bantuan kemanusiaan ini disusul setahun kemudian dengan bantuan terhadap gempa bumi di Pakistan.
Dengan kedua pengalaman internasional diatas Kimse Yok Mu semakin memperkuat misi kemanusiaannya. Misinya berturut-turut dikirim ke Palestina-Lebanon, Peru, Bangladesh, Sudan-Darfur, Georgia-Ossetia, Myanmar, China, Gaza and Haiti. Bahkan bukan hanya itu, bantuan kemanusiaan Kimse Yok Mu terkadang berubah menjadi distribusi zakat dan shadaqah di bulan Ramadhan ke 60 negara di dunia.
Dengan 28 cabangnya di berbagai kota di Turkey, di ulang tahunnya yang ke 7 Kimse Yok Mu telah dapat membuat divisi-divisi bantuan. Sekurangnya telah ada 7 kategori yang ditangani seperti bantuan bencana, kesehatan, pendidikan, individu, bantuan keluarga miskin Afrika. Dari kategori tersebut bantuan terhadap keluarga bermasalah mengambil porsi terbesar.
Asosiasi Kimse Yok Mu memang bukan model LSM yang membantu lantas pasang nama. Usahanya memakmurkan dunia untuk setiap orang tidak melalui wacana teologis. Tidak terdengar disitu teologi pembebasan ala Asghar Ali atau teologi anthropomorphis model Hasan Hanafi.
Mereka adalah orang-orang Ahlus sunnah wal Jama’ah. Tidak ada potongan untuk dituduh teroris atau salafi. Tidak tercium pula bau-bau liberal sekuler yang ekstrim. Ideologinya hanya satu kata hismat. Organisasinya bermisi hismat. Organisatornya berjiwa hismat. Pekerja lapangannya bermental hismat.
Kimse Yok Mu adalah LSM yang membantu dan Karena itu dibantu. Kini ia tidak perlu bergerak di masjid-masjid dengan edaran kotak amal atau berkoar-koar di jalan-jalan meminta belas kasih donatur.
Kini ia hanya membuka pintu kantornya lebar-lebar untuk menunggu calon donatur yang berjiwa hismat. Mereka hanya seperti pasang maklumat: “Kami telah membangun jembatan kasih sayang bagi dunia. Adakah diantara kalian yang mau melewatinya?. Mungkin ini boleh jadi jembatan sirathal mustaqim yang tidak dapat dilalui kecuali oleh mereka yang ikhlas berkhidmat atau berhismat.
Kimse Yok Mu mungkin bisa menjadi rintihan kita semua. Kimse Yok Mu bisa diarahkan kepada kepala Negara, cendekiawan Muslim, pengusaha konglomerat Muslim, saintis Muslim dan sebagainya.
Muslim sulit belajar dengan beasiswa. Ekonomi umat Islam masih belum mandiri. Kimse Yok Mu, wahai pengusaha Muslim. Politik Islam tercabik-cabik oleh campur tangan asing, Kimse Yok Mu, wahai kepala Negara dan politisi Muslim.
Universitas dan lembaga pendidikan Islam belum menghasilkan ilmu-ilmu keislaman. Belum terpikirkan bagaimana membangun ilmu politik Islam, fisika Islam, biologi Islam, psikologi Islam, kedokteran Islam, antropologi Islam, dan sebagainya. Kimse Yok Mu, wahai cendekiawan Muslim.