Pemkot Libatkan Tokoh Agama Dalam Perlindungan Anak
Balikpapan – Pemerintah Kota Balikpapan mengambil langkah strategis dengan melibatkan tokoh agama dalam memperkuat upaya perlindungan anak. Pemkot mendorong para pemuka agama untuk menyisipkan nilai-nilai perlindungan anak ke dalam ceramah, khutbah dan berbagai aktivitas keagamaan yang rutin mereka jalankan.
Wakil Walikota Balikpapan, Bagus Susetyo, mengatakan peranan tokoh agama memiliki dampak besar dalam membentuk kesadaran kolektif masyarakat. Ia percaya, pesan-pesan moral yang disampaikan lewat jalur spiritual mampu menumbuhkan budaya kasih sayang, empati dan tanggung jawab terhadap anak-anak. Terutama di lingkungan keluarga dan komunitas.
“Kita ingin agar perlindungan anak menjadi bagian dari nilai kehidupan sehari-hari, bukan sekadar program pemerintah. Tokoh agama memiliki kekuatan moral untuk menyampaikan itu dengan lebih menyentuh,” ujarnya, Senin (09/06).
Menurut Bagus, pesan keagamaan yang menyentuh hati umat bisa menjadi medium yang kuat dalam mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat. Pemerintah melihat potensi besar dalam pendekatan ini karena tokoh agama memiliki kedekatan emosional dengan warganya. Bahkan sering kali menjadi panutan dalam pengambilan keputusan hidup.
“Kalau prinsip ramah anak disampaikan di mimbar, di pengajian, atau dalam bimbingan rohani, maka masyarakat akan lebih mudah menginternalisasikannya sebagai bagian dari ajaran moral dan tanggung jawab sosial,” lanjutnya.
Untuk itu, lanjut Bagus, Pemkot Balikpapan tidak hanya mengeluarkan imbauan tetapi juga mengadakan dialog dan pelatihan bersama pemuka lintas agama. Pemerintah memfasilitasi pertemuan-pertemuan untuk menyamakan persepsi mengenai isu-isu penting seperti kekerasan terhadap anak, pernikahan usia dini, hak pendidikan dan pentingnya lingkungan yang sehat untuk tumbuh kembang anak.
Langkah ini tambah Bagus, menjadi bagian dari pendekatan holistik dalam membangun Kota Ramah Anak. Selain memperkuat infrastruktur fisik dan layanan publik, Pemkot juga fokus membangun fondasi sosial dan moral yang kokoh. Dalam penilaiannya, transformasi budaya tidak bisa terjadi hanya lewat kebijakan administratif. Namun tetap harus mengakar dalam nilai-nilai kehidupan masyarakat.
“Kalau kita ingin membentuk kota yang peduli, inklusif dan berkeadilan, maka kita harus mulai dari kesadaran bersama. Dan kesadaran itu bisa tumbuh lewat bimbingan moral yang terus-menerus,” tambahnya. (man)