Klinik

Zaki Fuad*)

Ada obrolan ringan namun bobotnya berat di grup Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Balikpapan, Kamis (29/12) sore. Itu membahas soal klinik kesehatan. Jelas ini menjadi salah satu ladang amal bagi para anggota. Soalnya kondisi klinik juga harus bisa hidup agar terus melayani. Apalagi di tengah persaingan bisnis di dunia kesehatan.

Fakta di lapangan menunjukkan jumlah warga Muhammadiyah yang terdaftar dalam kapitasi klinik baru mencapai 200-an orang. Meski perkiraan jumlah warga persyarikatan di kota minyak hampir 2.000 orang. “Klinik era 2014 hingga sekarang itu bisnis kapitasi. Kapitasi maksudnya orang yang terdaftar sebagai pasien di klinik,” tulis Listyono Wahid, sang Kepala Klinik.

Hal itu tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat di bidang kesehatan. Di mana BPJS Kesehatan menjadi penyelenggara dan pengatur di lapangan. Otomatis mayoritas warga yang berada di tingkat menengah ke bawah menggunakan akses BPJS. Dari segi tarif terbilang murah dan bisa terjangkau semua kalangan. Dampaknya pada fasilitas kesehatan (faskes) jelas perlombaan mendapatkan kapitasi.

“Jadi ini bukan lagi era banyak banyakan pasien atau kunjungan. Karena tidak ada pasien selain pasien BPJS. Kalau pun ada jumlahnya sangat minim,” tulisnya lagi. Kondisi ini menuntut semua pengelola faskes mulai klinik hingga rumah sakit berbenah. Di Muhammadiyah tentu menggunakan spirit ta’awun dari warganya. Para warga dengan kesadaran sendiri memindahkan faskesnya ke klinik MPKU.

“Di klinik manapun. Bahkan sekelas klinik Firdaus Yogya pun sama. Hidupnya karena mahasiswa BPJS-nya dipindah ke kliniknya,” jelas beliau. Artinya faskes bisa mati kalau tidak punya kapitasi. Bahkan Majelis Penolong Kesengsaraan Umum (MPKU) Muhammadiyah pusat jelas menginstruksikan. Seluruh warga persyarikatan harus menghidupkan kliniknya. Minimal 4.000 kapitasi di tiap daerah.

Persoalannya, lanjut Wahid, tingkat kapitasi klinik MPKU Balikpapan masih jauh di bawah target. Pihak PDM pun mengeluarkan kebijakan sokongan dana dari seluruh amal usaha (AUM). Agar klinik tidak sampai tutup. “Gak usah mikir susah-susah. Pindahin aja BPJS-nya. Kalau itu gak bisa gak usah berwacana macam-macam,” ujarnya.

Hal itu, tutur Wahid, tidak lepas dari prinsip berjamaah di Muhammadiyah sendiri. Di mana semua warga persyarikatan wajib terlibat aktif menghidupkan klinik MPKU. Apalagi kesehatan merupakan ladang dakwah. Tidak mungkin hanya segelintir orang yang bergerak tanpa bantuan berbagai pihak. “Saya bukan orang Muhammadiyah. Terlebih punya background sekolah di Muhammadiyah. Saya gak paham apa itu Muhammadiyah,” tuturnya lagi.

Menurut Wahid, dirinya sudah mengupayakan operasional klinik. Tinggal lagi semangat warga persyarikatan untuk memindahkan faskes BPJS-nya. Agar kapitasi itu bisa mengimbangi biaya operasional. Mengingat klinik yang lengkap tentunya memerlukan SDM. Seperti dokter dan bidan. Sementara saat ini, AUM masih memberikan sokongan dana ke klinik.

“Selama tidak ada kesadaran untuk pindah masa depan cuma omong kosong. Klinik tidak butuh solusi. Klinik butuhnya bapak ibu pindah BPJS-nya ke klinik. Kalau pindah aja susah gimana mau bantu cari strategi. Gak yakin saya,” ungkapnya.

Pihak klinik juga sudah mengupayakan beragam cari. Mulai dari sosialisasi lewat media sosial hingga melibatkan PDM. Bahkan warga persyarikatan yang ingin memindahkan faskesnya cukup datang ke klinik membawa HP, kartu BPJS, KK dan KTP. “Tidak perlu bicarakan lagi solusi. Karena dikasih solusi gak dikerjakan. Solusi itu untuk dieksekusi bukan bahan diskusi,” ujar Wahid.

Bahkan dirinya, tambah Wahid, sampai memobilisasi keluarga dan karyawan RSBB tempatnya berdinas. Meski belum semuanya mau memindahkan faskes ke klinik MPKU. “Saya sampe bilang gak butuh sumbangan buat klinik. Butuhnya bapak ibu pindahkan BPJS-nya ke klinik. Gak usah takut sakit. Kalau ringan ke klinik. Kalau pengen cepat dan lengkap ke RSBB,” tambahnya.

Mengomentari soal klinik MPKU, Sekretaris PDM Balikpapan, ustadz Isman Shaleh mengakui menjadi PR yang cukup berat. Termasuk bagi pengurus di periode hasil Musyawarah Daerah (Musda) tahun 2023. “MPKU mendapatkan tugas dari PDM. Jadi kalau ada yang lemah bisa salahkan PDM. InsyaAllah MPKU sdh maksimal. Paling tidak tugas periode berikutnya tidak kalah beratnya karena harus mempertahankan eksistensi yang sudah terbentuk,” tulisnya singkat.

Obrolan pun berakhir seiring masuknya waktu Magrib. Sebenarnya ingin ikut komentar sedikit di grup itu. Tapi siapa saya. Cuma anak muda dan anggota biasa pula. Jadi ingat pas pelatihan water rescue MDMC Kaltim medio Nopember lalu. “Siapa kita,” ucap sang mentor sebanyak dua kali pas akhir acara. “SAR Muhammadiyah,” jawab para peserta bersemangat.

Masalahnya penyakit relawan ini setelah pelatihan diajak respon malah tidak respon. Padahal respon bukan hanya saat ada bencana. Kalau yang angkatan di atasnya berlaku sama juga. Maka sebenarnya orang Muhammadiyah ini siapa.

*) relawan MDMC

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *