Audiensi Bersama Irjen Kementerian Keuangan, Bappeda Kutim Minta Persentase DBH Minerba ke Daerah Ditambah
KanalKaltim.com; Kutai Timur — Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutai Timur, Noviari Noor menyebutkan jika pembagian persentase Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor pertambangan minyak, mineral dan batubara (Minerba) dari pemerintah pusat kepada daerah, saat ini dianggap masih terlalu kecil. Padahal daerah lah yang menanggung kerusakan dan dampak lingkungan akibat aktivitas penambangan minerba.
Hal ini diungkapkan Noviari, saat mengikuti audiensi antara pemerintah Kutim dengan Inspektorat Jenderal Regional V Kementerian Keuangan Republik Indonesia, di ruang Tempudau Kantor Bupati Kutim, Rabu (22/0/6/2022).
“Jadi kita tau bersama, bahwa Kutai Timur ini ada industri pertambangan yang cukup besar serta perkebunan dan dari sisi dana bagi hasil kami itu bisakah Pak, dana bagi hasil itu ada sedikit peningkatan dari daerah-daerah yang lain,” tanyanya Noviari kepada Raden Patrick Wahyu Dwi Saksono, selaku Inspektur Inspektorat Jenderal Regional V Kementerian Keuangan dalam sesi tanya-jawab.
Kemudian ia juga menyampaikan, bahwa melalui industri mineral dan batu bara tersebut, Kutai Timur mendapat dampak kerusakan lingkungan yang cukup signifikan. Karenanya dengan ketentuan formulasi DBH yang telah ditetapkan, ia merasa masih belum mencukupi kebutuhan daerah.
“Kami dapat prosentase yang itupun dibagi dengan wilayah Kabupaten Kutai Timur yang ada. Nah kami ini sebenarnya menerima kerusakan lingkungan dan dampak-dampak lingkungannya Pak yang terjadi selama ini,” jelasnya
Diakhir, Noviari juga menanyakan apakah ada insentif ke daerah melalui DBH maupun insentif lainnya, yang dapat diperuntukan untuk memperbaiki situasi lingkungan, baik karena aktivitas industri mineral dan batubara, atau seperti perbaikan daerah aliran sungai (DAS) yang tengah mengalami pendangkalan dan menjadi salah satu penyebab banjir beberapa waktu lalu.
“Jadi tambang kami dikeruk, lingkungan kami rusak, apakah ada sisi insentif dari dana daerah tadi dalam bentuk perbaikan lingkungan atau dana DBH yang sudah ada, mungkin perbaikan DAS (Daerah Aliran Sungai, red),” tuturnya.
Noviari juga berharap, kedepan ada perhatian pemerintah pusat terhadap situasi daerah penghasil nilai ekonomi dari sektor industri mineral dan batubara. Sebagaimana diketahui bahwa formula dana bagi hasil ke daerah telah ditetapkan melaui surat Keputusan Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 18.K/HK.02/MEM.B/2022 tentang pedoman pembayaran/penyetoran iuran tetap, iuran produksi/royalti dan dana hasil produksi batu bara serta besaran/formula biaya penyesuaian dalam kegiatan pertambangan mineral dan batu bara.
“Apakah ini kami terus mengalami hal-hal semacam ini, seperti kelaparan di lumbung padi,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Raden Patrick menyampaikan bahwa formula yang telah ditetapkan atas besaran DBH ke daerah penghasil mineral dan batubara tidak dapat dirubah sebagaimana keinginan daerah penghasil tersebut.
“Memang sejauh ini pak, dana sumber pendapatan transfer daerah itu sudah ditentukan formulasinya, sebagaimana yang bapak terima ini, prosentase dari dana bagi hasil itu sudah ada formulasinya, tidak bisa diubah ditengah jalan,” jelas Patrick.
Pun demikian, ia menyarankan Pemerintah Kutai Timur untuk melakukan upaya pengawasan yang ketat atas aktivitas industri mineral dan pertambangan tersebut, baik dari segi produksi hingga persoalan pajak yang menyertainya.
“Yang bisa kita lakukan adalah menguatkan atau mendorong volume produksi usaha pertambangan maupun mineral lainnya, sehingga ini akan berdampak pada DBH yang ada,” terangnya.(Adv)